Bridging the Gap: How Housing Provident Funds Shape Home Ownership and Inequality in Tiongkok

KANOPI FEB UI
7 min readJul 11, 2024

--

Pendapatan Menjadi Salah Satu Hambatan Utama dalam Pembelian Rumah

Berbeda dengan kebutuhan primer lainnya, pembelian tempat tinggal membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Menurut Bank Indonesia, setiap tahunnya, harga tempat tinggal terus meningkat. Peningkatan harga tempat tinggal yang besar, tanpa disertai dengan peningkatan pendapatan yang sesuai menyebabkan kelompok berpendapatan rendah semakin sulit untuk memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal.

Lalu, Apa Solusinya?

Beberapa negara seperti Tiongkok, Singapura, Mexico, Brazil, Filipina, dan Nigeria menciptakan skema tabungan jangka panjang sebagai solusi pembelian tempat tinggal. Di Tiongkok, skema tabungan ini disebut Housing Provident Funds (HPF).

Singkatnya, HPF adalah kebijakan pembiayaan perumahan dengan tujuan utama mengurangi hambatan pendapatan dalam pembelian rumah. Hal ini dicapai melalui subsidi untuk pekerja, tingkat bunga pinjaman yang rendah, serta pengurangan pajak.

Bagaimana Cara Kerja Kebijakan Housing Provident Funds?

Kebijakan HPF mengharuskan pekerja di Tiongkok untuk memberikan 5%-12% (bergantung pada wilayah dan kebijakan setempat) gaji bulanan mereka ke akun rekening HPF. Dana milik karyawan ini akan disimpan di bank yang ditujukan untuk pembelian tempat tinggal di masa depan. Dana yang disetorkan oleh karyawan dan pemberi kerja ke akun HPF akan mengurangi jumlah pendapatan yang dikenakan pajak (tax deductible).

Saat akan membeli rumah, pekerja dapat mengajukan pinjaman HPF dengan bunga pinjaman bersubsidi dan membayar angsuran bulanan melalui rekening HPF. Tingkat Bunga pinjaman HPF lebih rendah sekitar 2% daripada tingkat bunga pinjaman yang ditawarkan oleh bank komersial. Selain itu, dalam kebijakan HPF, rasio uang muka dan bunga pinjaman memiliki tarif yang sama bagi seluruh peminjam tanpa memandang pendapatan mereka (Chen & Deng, 2014).

Apabila pekerja tidak menarik dana dari tabungan HPF, maka aset tersebut akan menjadi deposit di bank dengan tingkat bunga tahunan sebesar 1,5% sejak 2016, tingkat bunga ini setara dengan deposit di bank komersial.

Pekerja tidak dapat keluar dari program HPF hingga mereka pensiun atau meninggal, meskipun pinjaman HPF tidak digunakan. Apabila pekerja pensiun atau meninggal, akun rekening HPF mereka akan ditutup dan asetnya akan dikembalikan kepada ahli waris.

Lantas, Apakah Kebijakan HPF Menjadi Solusi yang Tepat?

Literatur internasional hanya memberikan sedikit bukti mengenai sejauh mana dukungan finansial, seperti HPF, dapat mengurangi hambatan yang dialami pekerja ketika ingin membeli rumah. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa kebijakan seperti HPF secara signifikan mampu meningkatkan tingkat kepemilikan rumah. Akan tetapi, hanya sedikit pendekatan teoritis yang dikembangkan untuk mengevaluasi heterogenitas (keanekaragaman) efek kebijakan tersebut di antara kelompok pendapatan yang berbeda.

Menurut Burrell (2006), kebijakan HPF hanya menargetkan masyarakat yang bekerja di sektor formal. Kebijakan sejenis HPF seringkali memiliki cakupan yang terbatas sehingga para pekerja di sektor informal tidak dapat menikmati manfaat dari HPF tersebut.

Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data dari the China Household Financial Survey Center of Southwestern University of Finance and Economics in 2013. Pada tahun 2013, jumlah sampel meliputi 29 provinsi dan kota, 267 kabupaten, dan 1048 komite penduduk desa. Data yang digunakan adalah data dalam tingkat nasional dan provinsi, yang sudah terbukti valid melalui penelitian sebelumnya (Gan et al., 2013; Tang & Coulson, 2017).

Mengikuti riset yang sudah ada, penelitian ini menghapus beberapa sampel, yaitu kepala rumah tangga dengan usia di bawah 16 tahun dan kepala rumah tangga yang berlokasi di pedesaan. Oleh karena itu, sampel valid yang digunakan dalam penelitian ini hanya sebesar 9088 observasi.

Untuk menguji heterogenitas efek dari HPF, penulis membagi sampel ke dalam lima bagian, yaitu low-income; lower-middle income; middle-income; upper-middle income; dan high-income. Tingkat pendapatan ini dibagi sesuai dengan metode yang digunakan oleh the National Bureau of Statistics (NBS).

Tabel 1. Statistika Deskriptif dari Variabel yang Digunakan

Metode

Penelitian ini menggunakan tiga indikator konsumsi perumahan, yaitu:

  1. Pembelian perumahan. Seseorang yang membeli rumah dapat memperoleh lebih banyak aset finansial.
  2. Investasi perumahan. Hal ini menunjukkan bahwa kelebihan dari kepemilikan beberapa rumah dapat disewakan atau dijual, yang dapat membantu investor perumahan mengakumulasi lebih banyak kekayaan dibandingkan dengan yang tidak berinvestasi di perumahan.
  3. Usia. semakin muda usia saat membeli rumah, semakin banyak manfaat yang dapat mereka peroleh akibat harga rumah yang terus meningkat.

Dengan menggunakan metode regresi logistik dan OLS, hubungan antara HPF dengan konsumsi perumahan dapat digambarkan melalui model:

Kebijakan HPF Memengaruhi Tingkat Pembelian Rumah: Apakah Terbukti?

Tabel 2. Estimasi Model Logit dari Pembelian Rumah dalam Seluruh Sampel

Tabel 2 menyajikan hasil analisis regresi dari model (1) dan efek marginal dari masing-masing variabel. Berdasarkan hasil regresi tersebut, partisipasi HPF memberikan dampak positif terhadap pembelian rumah dan meningkatkan probabilitas pembelian rumah sebesar 10.1%.

Namun, Terdapat Heterogenitas dari Efek Positif Tersebut

Tabel 3. Estimasi Model Logit dari Pembelian Rumah pada Tingkat Pendapatan yang Berbeda

Tabel 3 menunjukkan bahwa meskipun HPF memiliki dampak positif terhadap pembelian rumah, efeknya bervariasi di antara rumah tangga dengan pendapatan yang berbeda. Bagi kelompok berpenghasilan rendah, HPF tidak memiliki efek signifikan; sebaliknya, kebijakan ini terutama mempengaruhi rumah tangga dengan pendapatan yang relatif tinggi.

Dengan demikian, penulis memperoleh bukti adanya inequality. Kelompok berpenghasilan rendah tidak mendapatkan manfaat dari program HPF, tetapi mereka harus berpartisipasi dalam program tersebut dan menanggung opportunity cost jika mereka tidak membeli rumah.

Pengaruh Kebijakan HPF terhadap Tingkat Investasi Rumah: Melihat Efek Heterogenitas di Dalamnya

Tabel 4. Estimasi Model Logit dari Investasi Rumah

Tabel 4 menyajikan hasil analisis regresi dari model (2). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada full sample regression, partisipasi HPF memberikan efek positif terhadap investasi rumah. Namun, hasil subsample regression menunjukkan bahwa efek positif hanya terjadi pada kelompok High Income. Hal ini mungkin terjadi karena kelompok dengan high-income memiliki kendala pendapatan yang relatif lebih rendah. Selain itu, berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel 1, kelompok high-income memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menjadi partisipan dalam program HPF dan mendapatkan pinjaman HPF. Oleh karena itu, program HPF dapat membantu mereka mengatasi kendala pendapatan, dan memudahkan mereka untuk melakukan investasi rumah.

Dengan demikian, penulis memperoleh bukti adanya inequality. Investasi rumah dapat membantu akumulasi pendapatan yang lebih tinggi. Namun, efek positif dari HPF hanya dirasakan oleh kelompok High-income. Artinya, HPF hanya mendorong pertumbuhan pendapatan dalam kelompok high-income.

Lantas, Bagaimana dengan Usia saat Pembelian Rumah? Apakah juga Menimbulkan Heterogenitas Efek?

Tabel 5. Estimasi OLS dari Usia Saat Pembelian Rumah Pertama

Tabel 5 menunjukkan hasil regresi usia saat pembelian rumah pertama dalam kelompok pendapatan yang berbeda. Hasil Full Sample menunjukkan bahwa partisipan HPF mampu membeli rumah di usia yang lebih muda daripada non-HPF partisipan. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi HPF mungkin membantu pekerja untuk membeli rumah dalam waktu yang lebih cepat. Namun, hasil subsample regression menunjukkan bahwa hal ini paling signifikan terjadi pada kelompok high-income. Artinya, kebijakan HPF mampu mempercepat pembelian rumah dalam kelompok high-income. Dengan tingkat harga rumah yang meningkat pesat, pekerja yang membeli rumah lebih awal dapat memiliki rumah dengan harga yang lebih rendah. Meskipun pekerja dengan kelompok pendapatan di bawah high-income tetap mendapatkan pinjaman HPF saat membeli rumah, mereka harus membayar rumah dengan tingkat harga yang tinggi akibat adanya kenaikan harga rumah. Hal ini menjadi bukti adanya inequality.

Kesimpulan

Kebijakan HPF secara signifikan memberikan dampak positif terhadap konsumsi rumah. Hal ini disebabkan penerima program HPF memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli dan melakukan investasi rumah. Selain itu, penerima program HPF juga dapat membeli rumah di usia yang lebih muda. Akan tetapi, manfaat ini tidak dirasakan oleh kelompok low-income. Sebaliknya, kebijakan HPF justru sangat berpengaruh terhadap kelompok high-income. Hal ini tidak hanya menjadi bukti adanya inequality, tetapi juga menggambarkan kesenjangan yang semakin tinggi di antara kelompok low-income dan high-income.

Review Pengulas

Pada tanggal 20 Mei 2024, Pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020. Peraturan tersebut menjelaskan tentang potongan gaji karyawan untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Lantas, apakah program Tapera ini dapat menjadi solusi yang tepat untuk permasalahan tempat tinggal?

Berdasarkan penelitian di atas, Tiongkok telah melaksanakan program sejenis Tapera, yaitu HPF. Program ini memang terbukti memberikan dampak positif terhadap konsumsi rumah. Akan tetapi, dampak positif ini hanya dirasakan secara signifikan oleh kelompok high-income sehingga menimbulkan adanya inequality. Hal ini mungkin terjadi akibat HPF memberikan rasio uang muka dan bunga pinjaman dengan tarif yang sama bagi seluruh peminjam tanpa memandang pendapatan mereka. Agar tiap kelompok tingkat pendapatan dapat merasakan manfaat dari program HPF, diperlukan rasio uang muka dan bunga pinjaman yang disesuaikan dengan pendapatan peserta HPF.

Hal ini dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi Indonesia mengingat program Tapera ditujukan kepada masyarakat dengan penghasilan di bawah delapan juta. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan rasio uang muka dan bunga pinjaman yang tepat agar manfaat program Tapera dapat dirasakan secara maksimal.

--

--