Smiling Behind the Mask: Do I Look Attractive, Trustworthy, and Competent?
Judul Artikel : Smiles behind a mask are detectable and affect judgments of attractiveness, trustworthiness, and competence.
Penulis : Astrid Hopfensitz, C ́esar Mantilla
Tahun Terbit : 2023
Jurnal : Journal Economics Psychology
Diulas oleh : Athillah Ayu Istiqomah
Latar Belakang:
Secara alamiah, manusia memiliki kemampuan unik untuk menangkap “sinyal” melalui ekspresi wajah orang lain ketika sedang berkomunikasi. Ekspresi wajah digunakan untuk menyimpulkan niat, perhatian, dan penilaian karakter tentang orang lain. Literatur ekstensif di bidang psikologi, ilmu politik, dan sumber daya manusia telah membuktikan bahwa ekspresi wajah tertentu dapat mempengaruhi penilaian kita terhadap orang lain. Contoh paling menonjol adalah senyuman. Senyuman diketahui dapat meningkatkan penilaian mengenai daya tarik (attractiveness) (Golle dkk., 2013; Mueser dkk., 1984; O’Doherty dkk., 2003), dapat dipercaya (trustworthiness) (Centorrino dkk., 2015; Krumhuber dkk., 2007; Schmidt dkk., 2012), dan kompetensi (competence) (Min & Hu, 2022; Wang et al., 2017).
Namun sayangnya, semenjak pandemi Covid-19, jumlah penggunaan masker terus mengalami peningkatan. Masyarakat di seluruh dunia diharuskan untuk menggunakan masker higienis sebagai bentuk perlindungan diri dari Virus Korona. Masker tersebut menutupi bagian mulut dan hidung pemakainya secara bersamaan, sehingga mengubah apa yang kita lihat saat berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu, penggunaan masker dinilai dapat menurunkan kemampuan seseorang dalam menangkap sinyal emosi dari ekspresi wajah orang lain, terutama senyuman.
Penelitian ini mengulik lebih dalam mengenai sejauh mana seseorang dapat mendeteksi sinyal non-verbal (senyuman) dari individu yang memakai masker dan apakah senyuman di balik masker mempengaruhi penilaian kita mengenai daya tarik (attractiveness), kepercayaan (trustworthiness), dan kompetensi (competence) terhadap orang lain. Tidak hanya itu, penelitian ini juga mempelajari sejauh mana individu menyadari dampak dari penggunaan masker terhadap persepsi mereka mengenai sifat-sifat tersebut. Seluruh poin poin utama tersebut akan dibahas dalam 3 studi yang saling melengkapi, yakni:
- Studi 1
Membedakan senyuman dengan wajah netral meskipun menggunakan masker.
- Studi 2
Dampak senyuman di balik masker terhadap penilaian mengenai daya tarik (attractiveness), kepercayaan (trustworthiness), dan kompetensi (competence).
- Studi 3
Menilai keyakinan mengenai dampak senyuman di balik masker terhadap persepsi orang lain.
Studi 1 : Membedakan senyuman dengan wajah netral meskipun menggunakan masker
Data dan Metodologi :
Metodologi yang dilakukan dalam studi 1 ini adalah melalui kuesioner dengan menggunakan bantuan 30 relawan (15 perempuan; 15 laki-laki) yang diminta memberikan dua foto diri mereka yang menggunakan masker. Pada foto pertama para relawan diminta untuk tersenyum, sedangkan pada foto kedua mereka diminta untuk menunjukkan wajah netral. Relawan juga menyediakan foto tersenyum dan netral tanpa masker sebagai referensi. Namun dalam studi ini kami hanya menggunakan foto yang menggunakan masker.
Foto-foto tersebut kemudian dimasukkan kedalam LimeSurvey. Para responden dapat mengikuti survey ini secara online yang terdiri dari 2 bagian. Pada bagian pertama, para responden disuguhkan 10 pasang foto (jenis kelamin sama) dimana akan terdapat 1 foto individu yang sedang tersenyum dan 1 foto individu yang menunjukkan wajah netral, responden diminta untuk menebak individu mana yang sedang tersenyum (Gambar 1). Tanggapan dikumpulkan dalam 2 kondisi treatment dengan waktu pemaparan yang berbeda. Pada kondisi pertama, responden memiliki waktu 30 detik untuk melihat foto dan menyampaikan pilihan mereka. Disamping itu, pada kondisi kedua responden hanya memiliki waktu 5 detik. Selanjutnya kuesioner akan dilanjutkan pada bagian kedua dimana responden diminta untuk menilai 10 foto tambahan orang dengan ekspresi netral dan menilai aspek daya tarik (attractiveness) dan kepercayaan (trustworthiness) orang dalam foto tersebut.
Sebanyak 1.814 responden menyelesaikan kuesioner antara Oktober 2020 dan Februari 2021. Peneliti mengecualikan 52 observasi dari responden di bawah umur serta 38 observasi dari responden yang mengikuti tes lebih dari satu kali dan hanya menyimpan hasil tes pertama mereka. responden membutuhkan rata-rata 9,3 menit (median 6,4) untuk menyelesaikan survei. Waktu penyelesaian antara long-exposure dan short-exposure tidak berbeda nyata (two-tailed T-test, P=0,916). Responden dapat mengambil kuesioner dari smartphone atau komputer. Mayoritas tanggapan datang dari smartphone (70,5%), diikuti oleh komputer (28,5%) dan tablet (1%). Sekitar dua pertiga responden mengidentifikasi diri sebagai perempuan (64,8%), sedangkan 34% mengidentifikasi diri sebagai laki-laki, dan 1,2% sebagai non-binary.
Hasil Penelitian:
Dari kuesioner yang telah mereka kerjakan tadi, responden akan memperoleh skor dari 0 hingga 10. Rata-rata skor keseluruhan responden adalah 8,7 (std. dev. 1.26), dengan 28% responden memperoleh skor sempurna yakni 10 dan 38% lainnya memperoleh skor 9. Hasil ini mengindikasikan bahwa wajah tersenyum mudah dibedakan dari ekspresi netral meskipun ditutupi oleh masker. Two-tailed t-test menunjukkan bahwa skor para responden jauh lebih tinggi ketika mereka diberikan waktu menjawab yang lebih panjang (30 detik). Peneliti juga melengkapi temuan ini dengan analisis regresi yang dilaporkan pada Tabel 1.
Hasil regresi OLS menegaskan bahwa dengan mengendalikan kovariat lain, long-exposure (yaitu 30 detik) ketika mengerjakan kuesioner dapat meningkatkan skor sekitar 0,48 unit saat menggunakan komputer dan sebesar 0,7 unit saat menggunakan perangkat seluler (yaitu smartphone atau tablet). Alasan perbedaan ini karena gambar ditampilkan secara berdampingan di layar komputer sedangkan di perangkat seluler memerlukan beberapa pengguliran (scrolling). Oleh karena itu, responden yang paling merasakan manfaat dari pelonggaran batasan waktu adalah mereka yang menjawab kuesioner dari perangkat seluler. Peneliti kemudian menemukan fakta bahwa familiar dengan wajah yang ditampilkan di kuesioner akan meningkatkan skor responden. Meskipun demikian, efeknya tidak terlalu besar. Familiar dengan wajah yang ada di kuesioner memiliki efek yang sedikit lebih kecil (0,41 unit) dibandingkan long-exposure ketika mengerjakan kuesioner. Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa koefisien bahasa, negara, dan jenis kelamin secara statistik tidak signifikan.
Studi 2 : Dampak senyuman di balik masker terhadap penilaian mengenai daya tarik, kepercayaan, dan kompetensi
Data dan Metodologi :
Dalam Studi 2, peneliti ingin melihat apakah senyuman dibalik masker dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap seseorang mengenai attractiveness, trustworthiness, dan competence. Dalam studi 2, foto yang digunakan hanya 24 foto relawan (6 foto relawan; 3 wanita dan 3 pria, disingkirkan karena dinilai sangat mudah mendeteksi senyumannya). Foto-foto tersebut dipresentasikan kepada sekelompok responden baru yang direkrut melalui platform online Prolific. Survei ini terdiri dari 2 bagian dimana pada bagian pertama responden akan disuguhkan pada 6 pasang foto (6 foto tersenyum dan 6 wajah netral) dari individu-individu yang berbeda dengan jenis kelamin yang sama dan kemudian diminta untuk menebak individu mana yang sedang tersenyum. Kemudian pada bagian kedua, responden diberikan 12 foto yang tersisa (6 laki-laki dan 6 perempuan) dan diminta untuk menilai orang di foto tersebut dengan skor 1–10 mengenai attractiveness, trustworthiness, dan competence –responden tidak mengetahui apakah individu yang ada di foto tersebut sedang tersenyum atau tidak. .
Pada studi 2, para responden menerima insentif dari hasil mengisi kuesioner tersebut, yakni sebesar £1,00 untuk menyelesaikan bagian 1 dan 2, ditambah £0,10 untuk setiap pasangan foto yang diidentifikasi dengan benar pada bagian 1. Tidak hanya itu, pada studi 2, peneliti menetapkan waktu penampilan foto menjadi 30 detik dan merekomendasikan para responden untuk menjawab survei melalui perangkat komputer (berdasarkan hasil studi 1). Peneliti melakukan regresi OLS untuk melihat dampak senyuman dibalik masker terhadap attractiveness, trustworthiness, dan competence dengan 3 skenario yakni tanpa photograph FE & respondent FE, dengan photograph FE, dan dengan photograph FE & respondent FE. Photograph FE menangkap karakteristik relawan tertentu yang tidak secara langsung disertakan dalam model multivariat penelitian (misalnya, ekspresi wajah atau jenis masker wajah yang digunakan). Sedangkan respondent FE menangkap perbedaan yang tidak teramati di antara responden dalam penelitian ini (misalnya, perhatian terhadap tugas atau ekstremitas penilaian keseluruhan responden terhadap sifat-sifat).
Dua ratus lima puluh orang berpartisipasi dalam penelitian ini antara bulan Juni dan Juli 2021. responden rata-rata membutuhkan waktu 6,8 menit (median 6,1 menit) untuk menyelesaikan survei. Mayoritas responden menjawab dari komputer (79,2%), sisanya menggunakan ponsel pintar (18%) dan tablet (2,8%). responden rata-rata berusia 27,0 tahun (std. dev. 8.6) dan 46,4% mengidentifikasi diri sebagai perempuan (53,2% sebagai laki-laki).
Hasil Penelitian:
Para responden dapat mendeteksi wajah tersenyum dengan skor rata-rata sebesar 4,7 (dari enam, std. dev. 0,89, skor median: 5). Delapan belas persen responden mendeteksi seluruh wajah tersenyum dalam keenam kasus tersebut. Hasil ini mengonfirmasi bahwa senyuman di balik masker mudah dideteksi. Skor yang dinormalisasi (4,7/6 = 0,78) sedikit lebih rendah dibandingkan pada Studi 1 (0,87). Namun, hal ini dapat dijelaskan dengan membuang 6 foto relawan dengan foto tersenyum yang mudah dideteksi pada Studi 1.
Hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata skor attractiveness adalah 5,12 (std. dev. 2.27). Wajah yang tersenyum dinilai jauh lebih menarik (5,32) dibandingkan wajah netral (4,91). Peneliti juga menemukan bahwa skor dalam trustworthiness dan competence wajah tersenyum jauh lebih tinggi dibandingkan wajah netral. Nilai rata-rata mengenai trustworthiness adalah 5,91 (std. dev. 2.03) dengan wajah tersenyum menerima nilai rata-rata 6,17 dan foto netral mendapat nilai 5,65. Disisi lain, nilai rata-rata competence adalah 6,14 (std. dev. 1,95), dengan perbedaan yang signifikan antara wajah tersenyum (6,23) dan wajah netral. Sehingga dapat disimpulkan melalui Gambar 3 bahwa orang yang tersenyum miliki skor yang lebih tinggi di ketiga aspek tersebut
Berdasarkan Tabel 2, dengan memasukkan photograph FE dan respondent FE, dapat disimpulkan bahwa wajah yang tersenyum memiliki skor attractiveness yang lebih tinggi dibandingkan wajah netral, yakni 0,4 point. Tidak hanya itu, skor trustworthiness dan competence wajah tersenyum lebih tinggi 0,62 poin dan 0,26 poin dibandingkan wajah netral. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun area wajah yang terbuka jauh berkurang saat mengenakan masker, sinyal senyuman yang terdeteksi pada wajah tersebut tetap akan menghasilkan penilaian attractiveness, trustworthiness, dan competence yang lebih tinggi secara signifikan.
Studi 3 : Menilai keyakinan mengenai dampak senyuman di balik masker terhadap persepsi orang lain
Data dan Metodologi :
Dalam Studi 3, peneliti mengkaji sejauh mana individu menyadari dampak senyuman terhadap persepsi penilaian akan attractiveness, trustworthiness, dan competence. Pada studi ini, responden diberikan 18 foto dimana terdapat 6 foto (3 perempuan dan 3 laki laki) untuk masing-masing indikator (attractiveness, trustworthiness, dan competence). Responden diminta untuk memprediksi skor individu yang ada di foto tersebut terkait dengan indikator yang diminta. Selain itu, responden juga diminta untuk membuat prediksi tentang penilaian mereka dalam keadaan kontrafaktual. Artinya, ketika melihat foto tersenyum, mereka diminta memprediksi bagaimana penilaian individu yang sama jika individu tersebut menunjukkan wajah netral dan sebaliknya. Fitur desain ini memungkinkan peneliti untuk mengukur keyakinan mengenai dampak senyuman terhadap persepsi orang lain (selain keakuratan prediksi secara umum).
Dalam studi 3, responden diberitahu apakah individu pada foto yang mereka amati sedang tersenyum atau menunjukkan wajah netral. Kemudian responden akan memberikan skor dengan skala 10 hingga 100 terkait pertanyaan yang diajukan. Perubahan skala ini terjadi karena variabel dependen dalam Studi 3 yaitu prediksi rata-rata peringkat harus kontinu. Prediksi diubah skalanya dan dibandingkan dengan peringkat rata-rata dari Studi 2 (hingga satu desimal di belakang koma) yang merujuk sebagai “nilai-nilai sejati”. Para responden direkrut dan dibayar melalui Prolific serta menerima pembayaran dasar sebesar £1,00 untuk menyelesaikan studi, ditambah bonus berdasarkan keakuratan prediksi. Responden bebas mengambil waktu sebanyak yang mereka inginkan, meskipun tugas diumumkan memakan waktu sekitar 10 menit.
Sembilan puluh empat orang direkrut melalui Prolific untuk berpartisipasi dalam penelitian ini pada bulan November 2021. Survei diselesaikan pada bulan November 2021. Rata-rata 11,4 menit (median 10,2). Sebagian besar responden merespons dari komputer (71,3%), sisanya menggunakan ponsel pintar (25,5%) dan tablet (3,2%). responden rata-rata berusia 25,8 tahun (std. dev. 7.3), dan 53% mengidentifikasi diri sebagai perempuan (45% sebagai laki-laki).
Hasil Penelitian :
Dalam regresi yang dilakukan pada Studi 3, variabel dependen yang digunakan adalah prediksi peringkat attractiveness, trustworthiness, dan competence untuk foto tersenyum dan foto netral. Intersep (konstanta) dalam regresi OLS dapat digunakan untuk memahami apakah dampak senyuman di balik masker bersifat berlebihan atau malah diremehkan. Keakuratan dalam memprediksi dampak senyuman selanjutnya mungkin dipengaruhi oleh informasi yang tersedia bagi responden. Artinya, mungkin lebih sulit membayangkan efek senyuman (saat melihat wajah netral) dibandingkan efek ekspresi netral (saat melihat wajah tersenyum). Penelitian kemudian memberikan variabel penjelas apakah foto yang diamati adalah foto tersenyum atau foto netral. Regresi selanjutnya mencakup photograph FE dan respondent FE.
Tabel 3 melaporkan hasil regresi OLS yang menjelaskan perbedaan prediksi peringkat mengenai attractiveness (kolom 1, 2), trustworthiness (kolom 3, 4), dan competence (kolom 5, 6) antara wajah tersenyum dan wajah netral. Pertama-tama peneliti berfokus pada keakuratan prediksi, apa pun versi wajah yang ditampilkan. Peneliti mengalihkan perhatian ke intersep regresi di kolom ganjil di mana ditemukan konstanta positif dalam model dasar untuk tiga peringkat yang diprediksi (1, 3, dan 5).
Koefisien peringkat attractiveness sangat signifikan. Temuan ini menyiratkan bahwa responden sangat memahami bahwa wajah tersenyum dinilai lebih menarik dibandingkan wajah netral. Ukuran koefisien dapat dibandingkan dengan peringkat sebenarnya untuk melihat apakah prediksi tersebut melebih-lebihkan atau meremehkan efek senyuman. Berdasarkan Studi 2, diketahui bahwa rata-rata peringkat attractiveness wajah tersenyum kira-kira 0,4 poin lebih tinggi dibandingkan wajah netral. Besarnya konstanta yang dilaporkan dalam Tabel 3 menunjukkan perkiraan rating attractiveness yang berlebihan terhadap efek senyuman.
Efek yang serupa juga terjadi pada peringkat trustworthiness. Responden memperkirakan bahwa peringkat trustworthiness wajah tersenyum lebih tinggi 0,8 poin di mana angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan dalam Tabel 2 (yakni 0,5 poin). Terakhir, koefisien competence tidak signifikan meskipun bernilai positif (0,23, dengan standar error 0,18). Hasil ini menyiratkan bahwa responden tampaknya tidak mengantisipasi bahwa foto tersenyum akan menyebabkan penilaian yang lebih tinggi dalam hal kompetensi.
Untuk melihat apakah prediksi efek senyuman dipengaruhi oleh informasi visual yang tersedia bagi responden, peneliti melihat koefisien variabel yang menunjukkan apakah responden melihat foto wajah versi tersenyum. Dari hasil Studi 3 diketahui bahwa efek senyuman terlalu dilebih-lebihkan dalam hal peringkat attractiveness. Perkiraan berlebihan ini hampir sepenuhnya terkoreksi ketika responden melihat foto tersenyum (lihat kolom 1, efek bersih 1,042–0,533 = 0,509). Koefisien yang diperkirakan cukup kuat untuk memasukkan efek tetap. Oleh karena itu, responden tampaknya melebih-lebihkan pengaruh senyuman terhadap peringkat attractiveness ketika mengamati foto netral namun prediksi penilaian yang diberikan lebih akurat ketika mengamati versi wajah yang tersenyum.
Tren serupa dapat diamati mengenai prediksi peringkat trustworthiness meskipun pengaruh melihat foto tersenyum tidak signifikan secara statistik. Istilah konstan menunjukkan bahwa responden sedikit melebih-lebihkan efek senyuman. Namun, ketika responden mengamati foto tersenyum, prediksi efek senyuman turun menjadi (0,816–0,331 =) 0,485 dimana nilai tersebut mendekati efek yang ditemukan dalam Studi 2. Untuk competence, tampaknya ada efek yang jauh lebih kecil ketika mengamati foto netral yang mana nilainya hampir nol (0,234–0,219 = 0,015) saat mengamati foto tersenyum. Dengan kata lain, responden dari Studi 3 menyadari bahwa senyuman meningkatkan peringkat competence, namun mereka tampaknya mengabaikan, atau setidaknya meremehkan, pengaruh senyuman terhadap peringkat competence.
Kesimpulan :
Berdasarkan penelitian ini, peneliti dapat menjawab kekhawatiran masyarakat mengenai penggunaan masker dapat menghambat komunikasi non-verbal seperti senyuman. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat tetap dapat menangkap sinyal senyuman dari wajah seseorang meskipun mereka menggunakan masker –dapat membedakan wajah yang tersenyum dan wajah netral dengan mudah. Tersenyum di balik masker juga berpengaruh signifikan dan positif terhadap penilaian mengenai daya tarik, kepercayaan, dan kompetensi. Para responden juga dapat memprediksi bahwa wajah yang tersenyum dibalik masker memiliki rating daya tarik dan kepercayaan yang lebih tinggi dibandingkan wajah netral. Sebaliknya, para responden tampaknya tidak mengantisipasi bagaimana senyuman di balik masker mempengaruhi kompetensi.
Oleh karena itu, masker wajah tampaknya tidak mengubah cara kita menilai orang lain dalam hal sinyal dasar seperti senyuman yang disengaja. Penting untuk dicatat bahwa hasil penelitian ini tidak memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan mengenai bagaimana senyum yang tulus dan jujur dapat dirasakan. Namun, ada kemungkinan senyuman seperti itu akan lebih mudah dideteksi di area mata dibandingkan senyuman yang kita tunjukkan. Peneliti percaya bahwa hasil ini harus relevan bagi praktisi, pengusaha, dan supervisor karena hal ini menyiratkan bahwa penggunaan masker wajah tidak akan menghasilkan evaluasi dari perwakilan penjualan, negosiator, atau guru dengan cara yang berbeda. Setiap orang dapat dengan mudah tersenyum dan mendeteksi senyuman di matanya.